Senin, 27 Desember 2010

Lingkungan

Alam dan Manusia
Aku mendengar anak sungai merintih bagai seorang janda yang menangis meratapi kematian anaknya dan aku kemudian bertanya, “Mengapa engkau menangis, sungaiku yang jernih?’ Dan sungai itu menjawab, ‘Sebab aku dipaksa mengalir ke kota tempat Manusia merendahkan dan mensia-siakan diriku dan menjadikanku minuman-minuman keras dan mereka memperalatkanku bagai pembersih sampah, meracuni kemurnianku dan mengubah sifat-sifatku yang baik menjadi sifat-sifat buruk.”
Dan aku mendengar burung-burung menangis, dan aku bertanya, “Mengapa engkau menangis, burung-burungku yang cantik?”
Dan salah satu dari burung itu terbang mendekatiku, dan hinggap di hujung sebuah cabang pohon dan berkata, “Anak-anak Adam akan segera datang di ladang ini dengan membawa senjata-senjata pembunuh dan menyerang kami seolah-olah kami adalah musuhnya. Kami sekarang terpisah di antara satu sama yang lain, sebab kami tidak tahu siapa di antara kami yang bisa selamat dari kejahatan Manusia. Ajal memburu kami ke mana pun kami pergi.”

Kini, matahari terbit dari balik puncak pergunungan, dan menyinari puncak-puncak pepohonan dengan rona mahkota. Kupandangi keindahan ini dan aku bertanya kepada diriku sendiri, ‘Mengapa Manusia mesti menghancurkan segala karya yang telah diciptakan oleh alam?’

~ Kahlil Gibran ~

Tentang Undang-undang n waktu

Dari Petikan Sang Nabi (The Prophet)
PERENGGAN 12
Seorang ahli hukum menyusul bertanya; Dan bagaimana tentang undang-undang kita?  Dijawabnya;
Kalian senang meletakkan perundangan, namun lebih senang lagi melakukan perlanggaran,   Bagaikan kanak-kanak yang asyik bermain di tepi pantai,
yang penuh kesungguhan menyusun pasir jadi menara, kemudian menghancurkannya sendiri, sambil gelak tertawa ria.
 Tapi,
selama kau sedang sibuk menyusun menara pasirmu, sang laut menghantarkan lebih banyak lagi pasir ke tepi,  Dan pada ketika kau menghancurkan menara buatanmu, sang laut pun turut tertawa bersamamu.
Sesungguhnya,
samudera sentiasa ikut tertawa, bersama mereka yang tanpa dosa.
Tapi bagaimanakah mereka,yang menganggap kehidupan bukan sebagai samudera, dan melihat undang-undang buatannya sendiri, bukan ibarat menara pasir?

Merekalah yang memandang kehidupan, laksana sebungkal batu karang,
dan undang-undang menjadi pahatnya, untuk memberinya bentuk ukiran,
menurut selera manusia, sesuai hasrat kemahuan.

Apalah yang kukatakan tentang mereka, kecuali bahawa memang mereka berdiri di bawah sinar mentari, namun berpaling wajah, dan punggung mereka membelakangi?
 Mereka hanya melihat bayangannya sendiri, dan bayangan itulah menjadi undang-undangnya. Apakah arti sang surya bagi mereka, selain sebuah pelempar bayangan?
 Dan apakah kepatuhan hukum baginya, selain terbongkok dan melata di atas tanah, mencari dan menyelusuri bayangan sendiri?
Tapi kau, yang berjalan menghadapkan wajah ke arah mentari, bayangan apa di atas tanah, yang dapat menahanmu?
Kau yang mengembara di atas angin, kincir mana yang mampu memerintahkan arah perjalananmu, hukum mana yang mengikatmu, bila kau patahkan pikulanmu,
tanpa memukulnya pada pintu penjara orang lain?



Waktu
Dan seorang pakar astronomi berkata, “Guru, bagaimanakah perihal Waktu?”

Dan dia menjawab:
Kau ingin mengukur waktu yang tanpa ukuran dan tak terukur.
Engkau akan menyesuaikan tingkah lakumu dan bahkan mengarahkan perjalanan jiwamu menurut jam dan musim.
Suatu ketika kau ingin membuat anak sungai, di mana atas tebingnya kau akan duduk dan menyaksikan alirannya.

Namun keabadian di dalam dirimu adalah kesedaran akan kehidupan nan abadi,
Dan mengetahui bahawa semalam hanyalah kenangan utk hari ini dan esok adalah harapan dan impian utk hari ini.
Dan yang menyanyi dan merenung dari dalam jiwa, sentiasa menghuni ruang semesta yang menaburkan bintang di angkasa.
Siapa di antara kalian yang tidak merasa bahawa daya mencintainya tiada batasnya?
Dan siapa pula yang tidak merasa bahawa cinta sejati, walau tiada batas, terkandung di dalam inti dirinya, dan tiada bergerak dari fikiran cinta ke fikiran cinta, pun bukan dari tindakan cinta ke tindakan cinta yang lain?
Dan bukanlah sang waktu sebagaimana cinta, tiada terbahagi dan tiada kenal ruang?

Tapi jika di dalam fikiranmu baru mengukur waktu ke dalam musim, biarkanlah tiap musim merangkumi semua musim yang lain,
Dan biarkanlah hari ini memeluk masa silam dengan kenangan dan masa depan dengan kerinduan.

~ Kahlil Gibran ~

Senin, 28 Juli 2008

Tabe....

Bismillah ar Rahman ar Rahim
Assalamu 'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

Membuat sebuah blog bagi saya adalah ibarat membangun semacam "lumbung" bagi gagasan, tempat menyimpan pengalaman atau hal-hal yang berarti sekaligus juga untuk berbagi cerita dengan orang lain. Karena alasan itu pula, mengapa saya memilih gampiri sebagai nama blog ini. Dalam bahasa ibu saya, bahasa Kaili (sebuah suku yang mendiami lembah Palu), gampiri berarti lumbung.

Kekaguman akan arsitekturnya telah ada sejak dulu, ketika almarhumah nenek saya tercinta kerap bercerita--sambil bersandar pada salah satu tiang gampiri--tentang fungsi bangunan tersebut melalui dongengnya. Gampiri berbentuk rumah panggung yang mungil dimana bagian atas bangunan--yang berdinding kayu--berfungsi untuk menyimpan padi atau hasil pertanian lainnya atau sebagai tempat penyimpanan barang-barang yang sangat berharga yang dimiliki oleh keluarga secara turun-menurun, sedang bagian bawah--dengan tinggi selutut orang dewasa--diberi lantai kayu atau bambu tanpa dinding, dimana para kerabat bisa berbagi cerita atau gagasan dengan bebas.

Merujuk pada "elan vital" yang diusung oleh arsitektur gampiri, blog ini digagas. Harapannya sederhana, blog ini bisa menyimpan ide, pengalaman, ataupun perenungan saya, sekaligus tempat berbagi dengan para sahabat yang berkenan membaca tulisan yang ada dalam blog ini. Saya sepenuhnya menyadari bahwa apa yang saya ungkapkan, kemungkinan bersifat subyektif, karena berangkat dari titik pandang, falsafah dan keyakinan keagamaan yang saya anut. Akan tetapi, apa yang saya ungkapkan, pada dasarnya didasari oleh nawaitu dan iktikad baik, agar kita dapat mencari alternatif yang kita nilai sebagai yang terbaik, yang selanjutnya mungkin akan menuntun sikap batin, sikap intelektual dan mungkin pula prilaku kita dalam mengarungi samudera kehidupan ini.

'Ala kulli hal, terbersit sejumput asa, agar apa yang terpatri dalam blog ini bisa bernilai ibadah, amin.

Wallahhul musta'an,
Al haqir ila Allah.


Mohamad Nasir